Sabtu, Desember 25, 2010

Kita dan Listrik

Sumber: Buku Kopi Merah Putih; obrolan pahit manis Indonesia , http://indonesia-anonymus.com

Sebelumnya mohon maaf bagi penulis buku ini karena tulisannya saya copy paste dengan beberapa kata dan kalimat saya hilangkan untuk efisiensi ke dalam blog saya ini. Tapi saya yakin penulis akan senang tulisannya di sebarkan ke pada kita semua karena tulisan ini sangat bermanfaat bagi kita meskipun mungkin kita menganggap tulisan ini hanya hal-hal yang biasa kita sepelekan. Saya hanya bermaksud ingin berbagi saja sama teman-teman dalam hal kebaikan.

Sebenarnya banyak tema yang ditulis di buku ini tapi saya awali dari tema “Kita dan Listrik” kenapa saya mulai dari sini karena masalah kita dan listrik adalah masalah kita sehari-hari dan kita terlibat langsung di dalamnya maksudnya dalam hal menggunakannya. Berikut perbincangannya semoga bermanfaat bagi Anda.

Listik mati lagi! Ah. Menyebalkan.
Apakah Anda seperti kami, yang bila listrik mati harus berkepanasan di kantor, atau kesal mencium makanan yang membusuk di dalam kulkas? Jika ya, ada baiknya kita menengok nasib Pak Sembiring. Pak Sembiring adalah pemilik sebuah took fotokopi. Took kecil yang ia jadikan sumber nafkah bagi keluarganya. “Nafkah saya 100% dari took ini,” katanya.
Jadi ketika listrik PLN mati, mati jugalah harapannya mendapatkan untung di hari itu. Semakin lama listrik padam, semakin pusing kepala Pak Sembiring menyaksikan pelanggan tokonya kecewa dan mencari toko lain.
Pakai generator?”Mahal…Tidak masuk hitung-hitungannya. Saya malah rugi.” Jadi Pak Sembiring tak bisa apa-apa selain menunggu. Berharap listrik kembali menyala segera, sebelum mengecewakan semakin banyak pelanggan.
Hany a itukah yang bisa kita lakukan? Menunggu dan menunggu dan menggerutu?
PLN pernah berkata, untuk mengurangi pemadaman, para pelanggan diminta mengurangi penggunaan listrik. Konon pasokan listrik yang ada tidak cukup untuk melayani permintaan. (artikel di detik.com tgl 29 Mei 2008 berjudul “Listrik Jawa Bali Defisit lagi”)
Ya, ya. Seperti Anda, yang pertama terpikir oleh kami adalah memprotes PLN: betapa inkompetennya perusahaan milik rakyat (milik kita?) tersebut. Mengatur keseimbangan antara pasokan dan permintaan aja tidak bisa?
Tapi disamping mengomel, adakah hal lain yang bisa kita lakukan? Ada. Coba baca ini: tahukah Anda bahwa microwave oven yang Anda miliki menghabiskan lebih banyak listrik untuk menjalankan jam digitalnya dibandingkan untuk menghangatkan makanan? Memang betul bahwa untuk menghangatkan makanan dibutuhkan tenaga 100 kali lebih besar daripada jam digital. Tapi seberapa sering Anda menghangatkan makanan? Microwave 99% waktunya hanya duduk diam, dalam posisi stanby, dengan jam digitalnya yang berkedip-kedip. Pada akhirnya, 99% ini mengonsumsi listrik lebih besar dari 1% yang Anda gunakan menghangatkan makanan. (informasi ini didapat dari majalah The Economist, artikel “Pulling the Plug on Standby Power http://www.economist.com/science/tq/displayStory.cfm?story_id=5571582)

Microwave bukan satu-satunya yang menghabiskan listrik ketika menganggur. Televisi, DVD player, CD player, dan computer masih mengosumsi listrik ketika tidak dipakai, bila kita diamkan dalam posisi standy. Ya, lampu merah kecil yang terus menerus menyala di televisi Anda diam-diam giat menggerogoti kantung.
Sebagian dari kita berfikir,” Kan tidak dipakai? Cuma menyalakan satu lampu LED kecil. Kalaupun mengonsumsi listrik tentu tidak banyak.”
Besarnya tidaknya, tergantung laporan mana yang Anda baca. Menurut Wikipedia, posisi stanby mengambil porsi 10%c dari penggunaan listrik rumah tangga di Amerika dan 7% di Prancis. (http://en.wikipedia.org/wiki/Stanby_power) laporan lain member angka 13 % (laporan California Energy Comission http://green.yahoo.com/blog/amorylovins/14/getting-savvy-about-stanby -power.html
Sebanyak itu? Bukankah hal ini seharusnya dipikirkan oleh produsen televise, DVD player dan lain-lain? Tentu mereka tidak ingin produk mereka dicap boros energi?
Ya dan tidak. Menerapkan teknologi lebih tinggi untuk menghemat listrik di saat stanby akan menaikkan harga produk, sedangkan manfaatnya tidak terlihat secara langsung oleh konsumen. Produsen tentu lebih memilih fokus ke teknologi yang menarik konsumen untuk membeli produk mereka. Yang high definition lah, yang surround sound dolby stereo lah, yang super tipis lah.
Coba ingat-ingat: ketika kita membeli sebuah perangkat elektonik, pernahkah kita bertanya,” kalau sedang stanby, perangkat ini menghabiskan berapa watt per jamnya?”
Kami tidak pernah. Mungkin Anda juga sama.
Kalau kita sebagai konsumen yang membayar listriknya saja tidak peduli, bagaimana kita mengharapkan perodusen untuk peduli?
Di waktu luangnya, seorang teman kami melakukan eksperimen pribadi di rumah. Ia ingin menjawab pertanyaan: apakah betul posisi stanby menghabiskan banyak listrik? Dan bila ya, berapa banyak?
Hasilnya?
Dalam keadaan stanby, satu televise, DVD player/recorder, dan gemer cansole total mengonsumsi 11 watt. Komputer berikut monitornya-dalam keadaan mati (shutdown, bukan stanby atau hibernate) 8 watt. CD player, 13 watt. Total 32 watt (studi ini tidak bersifat ilmiah dan hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu. Besarnya watt yang dikonsumsi suatu peralatan listrik tentu akan berbeda tergantung merknya. Pengamatan menggunakan wattmeter digital. Untuk Komputer, yang dimaksud dalam keadaan mati adalah bila kita melakukan shutdown dari windows tapi tidak mematikan power on/off yang ada di belakang CPU. Shutdown Komputer, lalu pulang. Untuk mematikan tombol power terlalu repot karena harus merangkak ke bawah meja . mencabut listrik apalagi. Ini tentu tidak berlaku bila computer Anda menggunakan stabilizer. Jika setelah selesai shutdown, Anda lalu mematikan stabilizer, ini akan sama seperti mematikan power dengan kata lain, menggunakan stabilizer dapat mengamankan peralatan listrik Anda dari tegangan naik-turun, sekaligus menghindari penggunaan listrik tidak perlu)

Karena semua peralatan di atas terus tertancap sepanjang hari, pemakaian dalam satu hari dapat dihitung 32 watt x 24 jam= 768 Wh.
Bila meminjam tariff termurah yang ada di TDL 2003 ( http://www.pinjaya.co.id/tdl/tdl_hukum_lampIIIIB.html) , per 1000 Wh kita kenai Rp 169 rupiah (saya: tentu berbeda denga TDL saat ini tahun 2010, jauh lebih mahal tentunya) Jadi dalam sebulan ( dengan asumsi sebulan 30 hari pengeluaran kita untuk stanby power adalah:
(768Wh/1000Wh) x Rp 169 x 30 hari = Rp 3.893, 76 sebulan.
Tiga ribu delapan ratus rupiah terbuang percuma. Ingat bahwa tarif yang digunakan di atas adalah tarif termurah yang ada. Tarif untuk rumah tangga Anda bisa jadi di atas dari itu, ingat juga bahw angka di atas hanya mengukur satu televisi, satu DVD player, satu game cansole, satu set komputer dan satu CD player. Bila Anda punya lebih banyak peralatan, misalnya Komputer Anda lebih dari satu, ditambahj microwave oven dan AC, angka di atas pasti membengkak.
Tiga ribu delapan ratus, 768 Wh tidak banyak? Mungkin. Tapi itu hanya satu rumah. Mari kita kembali ke masalah Pak Sembiring di atas. Salah saru penyebab kenapa listrik sering padam adalah besarnya penggunaan yang melebihi pasokan.
Mari berhitung lagi”
Menurut PLN, jumlah pelanggan rumah tangga di Jaea Barat-Banten adalah 7, 47 juta (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/05/30/brk,20080530-124034,id.html) anggaplah hanya seperempatnya (1, 86 juta pelanggan) memiliki peralatan yang di atas dan mereka menghabiskan 768 Wh per hari hanya untuk stanby powernya. Berapa totalnya?
1.860.000 x 768 Wh = 1.428.480.000 Wh atau kurang lebih 1.400 MWh.
Segitu banyak listrik kita pakai. Untuk apa? Untuk dibuang percuma. Nihil hanya untuk stanby.
Cabut ketika tidak dipakai. Kelihatannya ini sesuatu yang sepele, tetapi kalau kita melakukannya bersama-sama, bayangkan besarnya listrik yang bisa kita hemat. Selain meringankan tagihan listrik, kita juga membantu menurunkan beban listrik PLN. Itu berarti-kalau yang dibilang PLN benar-pemadaman akan berkurang. Pak Sembiring danpengusaha lain yang senasib bisa sedikit lega bernafas.
Mungkin kita bisa coba bersama. Nanti setelah listrik kembali menyala tentunya. Untuk saat ini, sambil menunggu, kita hanya bisa bersama-sama menggerutu. Dalam kegelapan.

“ Kalau listriknya pada selama satu jam saja tiap hari, kita akan menghemat sekitar….”
“ Ah , diam kau!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar