Selasa, Desember 16, 2008

Ternyata Kita Bermental Koruptor?

Kita sudah terbiasa mendengar kata “korupsi” di teliga kita hampir setiap hari kita mendengarnya baik di televisi, Koran, radio, dan lain-lain. Seolah-olah kata “korupsi” merupakan makanan orang Indonesia sehari-hari. Korupsi hampir terjadi di semua bidang kehidupan. Kalau ditotal sudah ribuan kasus korupsi yang terungkap belum lagi yang belum terungkap. Dari yang terungkap saja berapa persen yang berhasil menjebloskan pelakunya ke penjara. Dari yang dijebloskan ke penjara berapa persen yang benar-benar dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Banyak pelaku korupsi yang dihukum hanya beberapa tahun saja padahal hukuman ini tidak sebanding dengan milyaran rupiah yang telah dia korupsi. Budaya korupsi di Indoensia memang menjadi fenomena biasa. Kalau kita perhatikan ternyata ini merupakan output dari hasil pendidikan negeri kita.

Disadari atau tidak memang demikian kenyataannya. Coba Anda ingat-ingat lagi ketika Anda masih duduk di bangku SD, SMP, SMA,dan kuliah. Kalau kita amati kita sudah terbiasa untuk berbuat tidak jujur. Kita dapat menyaksikan ketidakjujuran kita ketika kita sedang ulangan harian atau ujian semester. Kita menyaksikan banyak yang mencontek mungkin termasuk kita. Bisa dikatakan hampir 90 persen yang mencontek. Artinya, hampir semua siswa mencontek. Hanya segelintir orang saja yang benar-benar mengerjakan soal ujian dengan jujur. Ini semua terjadi hampir di semua level pendidikan baik swasta maupun negeri.

Maka jangan heran ketika mereka sudah dewasa kelak, ketika mereka memangku sebuah jabatan di masyarakat baik formal maupun informal mereka terlibat kasus korupsi. Hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan mental “tidak jujur” ketika mereka sekolah dulu. Korupsi merupakan suatu perbuatan tidak jujur begitu juga dengan mencontek suatu perbuatan yang tidak jujur pula jadi keduanya ada hubungan yang sangat erat. Yang satu merupakan sebab dan yang satu lagi merupakan akibatnya.

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hampir semua sekolah di Indonesia para siswanya bermental mencontek maka jangan heran masyarakat Indonesia bermental tidak jujur (korupsi)mulai dari orang biasa sampai pejabat publik. Hal apa yang tidak dikorupsi oleh kita?jawabannya hampir semua hal. Memmang hubungan antara kebiasaan mencontek dengan banyak korupsi di Indonesia perlu perlu dibuktikan secara ilmiah. Namun, secara kenyataan dilapangan kita dapat menyimpulkan melalui logika berfikir kita bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencontek dengan kebiasaan korupsi. Kedua-duanya sama-sama perbuatan tidak jujur. Mencontek merupakan tindakan menghalalkan berbagai cara begitu pula dengan korupsi. Perbuatan korupsi merupakan suatu kebiasaan. Dan yang namanya kebiasaan terbentuk akibat proses lingkungan sebelumnya yang berlangsung lama.

Kalau begitu siapa yang patut disalahkan? siswa apa guru atau system pendidikan di sekolah. Memang,sekarang kejujuran sudah menjadi barang yang langka di negeri kita. Sekarang ini susah mencari orang jujur. Ternyata tidak hanya BBM yang langka di pasaran ternyata orang jujur juga langka.

Seorang siswa akan lebih senang jika ketika ujian diawasi oleh seorang guru pengawasannya tidak ketat. Karena mereka akan leluasa untuk mencontek sebaliknya mereka memebenci kepada guru yang pengawasannya ketat. Artinya, guru yang jujur dan bertanggungjawab akan lebih dibenci siswa sedangkan guru yang suka membiarkan murid didiknya mencontek akan lebih disukai oleh muridnya. Bagaimana dengan Anda?

Murid yang yang bermental seperti ini bukan hanya satu-dua orang saja tetapi hampir kebanyakan siswa seperti itu. Begitu juga dengan gurunya. Guru yang suka membiarkan anak didiknya mencontek tidak sedikit jumlahnya. Banyak guru yang membiarkan siswanya mencontek. Misalnya, ketika ujian tidak sedikit guru yang tidak menegur ketika muridnya mencontek atau kelas ditinggal pergi begitu saja ketika ujian. Kalau begitu menurut Anda siapa yang patut disalahkan?

Sungguh sangat memprihatinkan wajah pendidikan di Indoensia belum lagi masalah-masalah lainnya seperti fasilitas pendidikan yang sangat rendah, sistem pendidikan yang raut-marut, dan maslah lainnya. Maka bisa dibayangkan seperti apa jadinya ketika mereka lulus dari sekolah. Mereka menjadi manusia-manusia yang membawa bekal pendidikan “ketidakjujuran” sebagai buah dari pendidikan di sekolah.

Oleh karena itu, masalah ini harus menjadi perhatian khusus bagi kita semua, para pendidik, orang tua serta pemerintah selaku penyelenggara pendidikan. Mari kita tanamkan kejujuran dalam diri kita di semua bidang kehidupan mulai dari diri sendiri dan dari hal-hal yang kecil-kecil, mulai dari lingkungan keluarga kemudian lingkungan masyarakat dan Negara. Kita harus meyakini bahwa kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang berbudaya luhur, bangsa yang bermartabat, bangsa yang percaya akan kemampuan sendiri.

Majulah bangsaku! majulah negeriku!

Budi Wastono


Tidak ada komentar:

Posting Komentar